Ilustrasi
Sedang
memersiapkan bulan madu ke Paris dan tidak tahu berapa nilai kurs Euro dalam
Rupiah, apa yang Anda lakukan? Googling it. Saat terjebak dalam
kesibukan kantor dan mau tahu jadwal tayang Sex and The Movie di bioskop? Reaching
my computer, open 21cineplex website, and call Mr. Fiancé to buy me the
tickets.
Tidak tahu arti ‘endurance’ saat menonton malam final Miss Indonesia pada tahun 2010 lalu? Goggletexting it. Dan saat penasaran tentang status relasi mantan pacar yang tiba-tiba muncul menghubungi Anda lagi? Just open his Facebook profile.
So, what
happen is simply internet reaches into all our lives. Seperti layaknya hewan amphibi
yang hidup di dua dunia, manusia di era informasi ini hidup di dunia fisik dan
dunia maya. Sebagai wujud revolusi teknologi, internet yang menghapus jarak dan
waktu hadir untuk—seharusnya—mempermudah manusia menjalani kehidupannya.
Ya, suatu hari Anda akan menemui kondisi di mana internet tidak lagi memudahkan. Misalnya, mengganti relationship status Facebook untuk selama-lamanya menjadi ‘married with…’ sama beratnya dengan berjalan menuju Altar untuk mengucap janji suci pernikahan.
Walau terjadi
di dua dunia maya, hal itu merupakan bentuk dari komitmen seumur hidup Rasanya
seperti melakukan prosesi walking the isle dua kali! Mengganti status
berarti mengumumkan ke seluruh dunia bahwa Anda adalah ‘isteri orang’.
Juga berarti mengucap kata perpisahan dengan cinta-cinta masa lalu; gebetan, summer fling, selingkuhan, dan mantan pacar. Kondisi lain, kadang internet membuat kita harus tahu apa yang sebenarnya tidak perlu kita ketahui. Seperti status Twitter mantan pacar yang menggambarkan kehidupannya yang jauh lebih bahagia tanpa Anda. You don’t need to know about that, do you?
Analogi saya,
internet memungkinkan tiap orang punya media masa sendiri dengan cakupan luas
ke seluruh dunia. Anda adalah sumber berita sekaligus redaksinya; reporter,
fotografer, dan penyuntingnya. Anda yang menentukan hal apa yang layak
disebarluaskan agar citra diri di mata publik terbentuk seperti yang Anda
inginkan.
Lewat jaringan sosial dan blog, Anda menyebarkan pengalaman hidup, aktivitas pribadi, perpektif, hingga ideologi. Beberapa dari Anda pasti memiliki koleksi foto seru bersama mantan pacar dan seabrek teman di sebuah club. Nah, jika Anda ingin dicap sebagai seorang calon isteri yang baik, haruskah Anda me-remove tag semua foto bersama orang-orang ‘bersejarah’ dari masa lalu?
Saya sih tidak akan melakukannya. Semua itu adalah rangkuman dari perjalanan hidup yang sempat saya upload. Bersejarah dan berharga karena ‘data’ yang tesimpan di memori kepala saya mungkin saja crash dan terhapus. Bukankah menghargai perjalanan hidup adalah salah satu cara menghargai kehidupan? Tapi mungkin begini, semua itu kembali pada niatnya, pada hati nurani.
Dalam kehidupan ini—di dunia fisik atau maya— moral yang muncul lewat niat baik merupakan fondasi mental diri. Membuat Anda hidup lebih damai dan bahagia. Pengendalian diri untuk selalu peduli pada perasaan orang lain adalah sebuah cara positif dalam mewujudkan niat baik. Anda harus selalu berkomitmen untuk berpikir dan bertindak dengan niat baik—jika mungkin—untuk kebahagiaan semua orang.
Jadi jika Anda me-remove-nya untuk menjaga perasaan dan nama baik pasangan, atau untuk menutup lembaran kisah lama yang berpotensi merusak kehidupan rumah tangga nantinya, ya silahkan saja.
Niat baik
yang sama seharusnya menjadi dasar saat menulis status-status mengenai
kebahagian bersama tunangan Anda—yang semua orang tahu adalah anak pejabat,
kaya, lulusan luar negeri—atau waktu Anda ‘menerbitkan’ undangan pernikahan di
internet dan men-tag teman-teman terdekat termasuk mantan pacar.
Seharusnya tidak pernah ada niat untuk membuat orang lain iri atau menyakiti
hatinya.
Hidup di dua dunia semakin menuntut Anda untuk lebih bijaksana. Terus berniat baik walau tak ada yang tahu. Sebagai bahan refleksi, ingatlah saat profil Friendster Anda dipenuhi oleh testimonial dari teman-teman.
Bagaikan diary
keliling semasa sekolah dulu, mereka menuliskan banyak kata sifat yang dipakai
untuk menggambarkan diri Anda “Baik, dewasa, pintar, friendly, bijaksana,
lucu, manis, bla bla bla“. Hey, are you still the same person? Jelas,
seiring berjalannya waktu seseorang pasti berubah, tapi apakah ketika kita
pikir kita adalah orang yang paling berbahagia, atribut positif itu semuanya
harus hilang dari nilai kita sebagai manusia? Be happy and be wise.